Ketegangan AS-China Dongkrak Harga Emas
MCBNews.co.id – Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali mendorong lonjakan harga emas. Logam mulia tersebut menjadi primadona investor sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian global.
Melansir dari CNBC Indonesia Pada perdagangan Rabu (9/4/2025), harga emas dunia di pasar spot melonjak 3,30% ke level US$3.082,18 per troy ons. Kenaikan ini menjadi yang tertinggi sejak 13 Oktober 2023 dan sekaligus menghapus pelemahan dalam empat hari terakhir. Emas pun kembali menembus level psikologis US$3.000 per troy ons.
Namun pada Kamis pagi (10/4/2025) pukul 06.08 WIB, harga emas sedikit terkoreksi 0,04% ke posisi US$3.081,28 per troy ons.
Analis menyebut ketegangan geopolitik dan kekhawatiran pasar terhadap inflasi menjadi pendorong utama. “Emas terus dilihat sebagai pelindung nilai terhadap ketidakstabilan. Kenaikan tarif dan ekspektasi inflasi yang meningkat membuat investor beralih ke aset aman,” ujar Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas TD Securities, dikutip Reuters.
Presiden AS Donald Trump memperkeruh suasana dengan menaikkan tarif terhadap impor dari China menjadi 125%, dari sebelumnya 104%. Meski menunda pemberlakuan tarif terhadap puluhan negara lain selama 90 hari, China tetap menjadi sasaran utama.
Langkah Trump ini memicu gejolak tajam di pasar keuangan, bahkan mencatat volatilitas tertinggi sejak awal pandemi COVID-19. Investor pun meninggalkan aset berisiko dan mengalihkan dana ke emas.
Sejauh ini, emas telah menguat lebih dari US$400 sepanjang 2025 dan sempat mencetak rekor tertinggi di US$3.167,57 per troy ons pada 3 April lalu. Permintaan kuat dari investor dan bank sentral global turut menopang kenaikan ini.
Dari sisi makroekonomi, risalah pertemuan Federal Reserve mengindikasikan kekhawatiran terhadap inflasi yang lebih tinggi di tengah perlambatan pertumbuhan. Pelaku pasar kini memperkirakan peluang sebesar 72% untuk pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada Juni mendatang.
Dalam iklim suku bunga rendah, emas batangan—yang tidak memberikan imbal hasil—menjadi lebih menarik bagi investor. Saat ini, pasar menanti rilis data indeks harga konsumen AS sebagai indikator arah kebijakan moneter selanjutnya. (Hda)
Tinggalkan Balasan